Nadiem Makarim Izinkan Sekolah Buka Januari 2021, Persiapan dengan Waktu yang Pendek
Kupaskasus.com - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim memberi keleluasaan bagi pemerintah daerah dan satuan pendidikan melakukan pembelajaran tatap muka di semua zona mulai Januari 2021.
Dengan demikian, jika sekolah atau kampus yang ingin membuka kembali kegiatan belajar, maka persiapannya harus rampung dalam waktu tak sampai dua bulan.
Deputi Bidang Pendidikan dan Agama Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Agus Sartono menyadari waktu yang diberikan cukup singkat.
"Tentu memang waktunya pendek, cuma punya satu setengah bulan. Baik sekolah dan dinas harus laksanakan ini dengan detail," katanya dikutip dari YouTube Pendidikan Vox Point, Selasa (24/11).
Untuk melakukan pembelajaran tatap muka, sekolah dan kampus harus memenuhi enam daftar periksa yang ditentukan Kemendikbud.
Daftar periksa itu meliputi ketersediaan sarana sanitasi dan kebersihan, akses fasilitas pelayanan kesehatan, dan kesiapan menerapkan wajib memakai masker.
Sekolah juga harus memiliki alat pengukur suhu, mendapat persetujuan komite sekolah, serta melakukan pemetaan keadaan dan kondisi warga sekolahnya.
Termasuk bagi guru dan siswa yang memiliki penyakit komorbid, tidak punya akses transportasi yang aman, atau punya riwayat perjalanan yang berisiko.
Daftar tersebut harus diisi oleh semua sekolah melalui Data Pokok Pendidikan Kemendikbud. Tujuannya agar pemerintah mengetahui kesiapan di lapangan.
Namun Agus mengatakan sejak kebijakan pembukaan sekolah diizinkan di zona hijau dan oranye, baru 42 persen satuan pendidikan yang mengisi daftar periksa tersebut.
"Makanya saya minta bupati, wali kota, gubernur, memastikan kepala daerah di pemerintahan masing-masing mendorong sekolah yang belum isi checklist ini," ujarnya.
CNNIndonesia.com telah berupaya meminta data terbaru dari Kepala Pusat Data dan Informasi Kemendikbud Hasan Chabibie dan Kepala Biro Humas dan Kerjasama Kemendikbud Evy Mulyani, namun belum mendapat jawaban.
Agus sendiri memahami ada pihak yang tidak setuju dengan keputusan pemerintah mengizinkan pembukaan sekolah dan kampus. Ia mengatakan memang tak ada kebijakan yang mampu memuaskan semua orang.
Namun pihaknya yakin satuan pendidikan dapat menerapkan protokol kesehatan dengan ketat dan baik. Menurutnya masyarakat sudah terbiasa dengan penerapan protokol kesehatan selama hampir setahun.
"Bagaimana kalau ada case? Perlu saya beri gambaran. Kita punya lembaga pendidikan lain, pesantren. Banyak pesantren memilih tidak menutup. Saya khawatir juga [awalnya], tapi ternyata bisa berjalan," ceritanya.
"Kalau ada case ditangani, anak dicek, diperiksa, diisolasi. Pesantren yang intensif saja bisa menangani ini. Harusnya sekolah juga bisa belajar," lanjut Agus.
Dinas pendidikan di sejumlah daerah mulai membahas pembukaan sekolah tatap muka. Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Nahdiana bakal mengizinkan pembukaan sekolah di wilayahnya pada Januari 2021.
Namun pembelajaran tatap muka hanya diizinkan untuk sekolah yang sudah memenuhi persyaratan dan bisa menerapkan protokol kesehatan dengan ketat.
"Kami akan memutuskan bahwa Januari ini dibuka bagi sekolah yang memang sudah siap," katanya.
Wacana pembukaan sekolah sendiri disambut baik oleh siswa. Abyan Haidar, siswa kelas XII SMA Muhammadiyah Cileungsi, Kabupaten Bogor. Dia mengatakan belajar secara daring lebih banyak tekanan karena jumlah tugas yang menumpuk.
Kekhawatiran akan pandemi tidak menghalangi keinginannya untuk segera bertemu guru dan teman di kelas. Asalkan protokol kesehatan bisa diterapkan dengan ketat, ia tak khawatir.
"Kalau ketakutan kena Covid ya ada. Tapi ya, mau gimana lagi. Kalau daring capek juga sih. Udah stres di rumah aja," ungkapnya.
Selain sekolah, Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri Indonesia juga mulai bersiap untuk melakukan kuliah tatap muka. Rencananya, mahasiswa tingkat awal akan diprioritaskan masuk perkuliahan.
Kemungkinan perkuliahan tatap muka ini membuat Ditan (18), mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh November, Surabaya mengaku bimbang. Ia baru memasuki semester 1 perkuliahan dan belum pernah menginjakkan kaki di kampusnya. Saat ini ia berdomisili di Jakarta.
Mahasiswa jurusan Teknik Sistem Perkapalan itu ingin cepat-cepat kuliah tatap muka. Selama belajar daring, ia bercerita kerap gagal paham dengan materi yang diajarkan dosen.
Namun dengan kondisi wabah yang belum juga melandai, Ditan menyadari jika perkuliahan dibuka, akan ada banyak aturan untuk menerapkan protokol kesehatan. Menurutnya ini tidak akan efektif.
"Kalau ke sana masih dengan protokol yang ketat, aku lebih baik tunggu dulu. Dari pada protokol kesehatan justru ganggu kegiatan kuliah ku. Aku pengen lebih bebas, daripada pindah ke Surabaya tapi enggak bisa ngapa-ngapain," ceritanya kepada CNNIndonesia.com.
Selama sebulan lebih melakukan perkuliahan daring, ia pun mengaku masih bisa mengikuti jalannya perkuliahan. Ia mengaku tak ada kendala berat yang dirasakan selama belajar dilakukan jarak jauh.
Namun untuk sebagian siswa dan mahasiswa yang tidak memiliki akses internet dan fasilitas yang memadai, pembelajaran jarak jauh (PJJ) tak semulus pengalaman Ditan.
Ini pun jadi salah satu alasan Nadiem membuka kembali kegiatan belajar tatap muka. Karena menurutnya PJJ memiliki banyak kendala yang bisa berdampak besar pada pendidikan jika tidak diatasi.
Sumber : CNNIndonesia.com
Jika Anda punya informasi kejadian/peristiwa korupsi dan lain-lainnya/rilis atau ingin pasang Iklan dan berbagi foto?
Silakan SMS/WatsApp ke 0852-6599-9456 Via E-mail: redaksikupaskasus@gmail.com
(Mohon Dilampirkan Data Diri Anda) |
Komentar Anda :